Warna Sunda “Dinten Raya Salira sareng Getih Yesus” di Gereja Katedral Bandung

Perayaan Ekaristi dalam Bahasa Sunda di Gereja Katedral Santo Petrus, Bandung

0 255

Katolikana.com—Siang itu, sekira pukul 14.00, suara suling dan rebab mulai mengayun lamat-lamat. Dua alat musik yang khas dalam warna musik tradisional Sunda, mengalun ritmis. Pelan namun pasti, nyanyian koor disertai alunan gamelan sunda ikut menyusul memenuhi atmosfer di dalam Gereja Katedral Santo Petrus, Bandung.

Sembari koor mengiringi dengan lagu pembukaan, deretan pastor dan petugas misa lainnya tampak berbaris keluar dari sakristi lantas menempatkan diri mereka di altar. Tak tanggung-tanggung, misa pada Minggu (11/6) ini merupakan misa konselebrasi yang dipimpin langsung oleh enam orang pastor.

Kalawan asmana Rama, sareng Putra, sareng Roh Suci (Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus),” lantun Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC. Bertindak sebagai selebran utama, beliau mengajak umat membuat tanda salib untuk mengawali misa.

Sontak segenap umat kompak menjawab dengan gumaman keras, “Amin!”

Katentreman nyarengan aranjeun (Damai bersamamu),” lanjut Mgr. Anton lagi yang kala itu tak tampil dengan zucchetto berwarna merah crimson—atribut khas seorang uskup. Beliau memilih mengenakan totopong corak batik berwarna coklat sebagai penutup kepala.

Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC. Sumber: Tangkapan layar YouTube Komsos Keuskupan Bandung

 

Menjawab Mgr. Anton, kembali umat menyahut serempak, “Tur nyarengan roh anjeun (Dan bersama rohmu).”

Setelah Mgr. Anton memberikan berkat pembuka, giliran salah satu romo konselebran maju untuk menyampaikan pesan pembukaan dalam Bahasa Sunda lemes (halus) yang fasih.

Mugi-mugi ku jalaran perayaan ieu, urang sadaya teras hirup sapagodos sareng kasucian ekaristi dina kahirupan urang sadidinten (Mudah-mudahan melalui perayaan ini, kita semua terus hidup sejalan dengan kesucian ekaristi dalam kehidupan kita sehari-hari),” ucapnya.

***

Demikianlah nukilan suasana pembukaan misa ekaristi dalam Bahasa Sunda di Gereja Katedral Bandung. Sebuah misa inkulturasi yang dihelat oleh Komisi Sosial (Komsos) Keuskupan Bandung bekerjasama dengan Paroki Katedral Bandung. Misa inkulturasi ini diadakan bertepatan pada Dinten Raya Salira sareng Getih Yesus (Hari Raya Tubuh dan Darah Yesus).

Meskipun spirit inkulturasi senafas dengan semangat Gereja Katolik, tak sering misa semacam ini diadakan. Bahkan, berdasarkan penelusuran dari publikasi di akun Instagram resmi Gereja Katedral Bandung, misa ini adalah misa dalam Bahasa Sunda pertama yang diadakan di Gereja Katedral Bandung pada tahun 2023.

Darman, salah satu petugas misa, mengungkapkan hal yang sama dengan bahasa yang sedikit filosofis saat membacakan bewara (pengumuman). “Hiji oge kareugreugan, kaleresan duka kumaha Pastor Nono ngantoskeun kanggo misa munggaran misa Sunda ieu kaping sawelas. Ngandung falsafah, ‘sawelas’ teh sa welas sa asih ka urang,” ujarnya mengutip kata-kata dari Pastor Nono.

Jika diterjemahkan secara bebas, kurang lebih Darman menyampaikan bahwa merupakan satu kebahagiaan karena misa ini adalah misa Bahasa Sunda pertama dan diadakan pada tanggal sawelas (sebelas). Angka tersebut mengandung falsafah welas dan asih untuk segenap umat yang hadir.

Mudah-mudahan janten ngawujud dina kahirupan sadidinten urang janten sa welas sareng sa asih ku ayana misa dina dinten ieu (Mudah-mudahan dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari, kita menjadi penuh welas asih dengan adanya misa pada hari ini),” tambahnya lagi.

***

Suasana misa dengan Bahasa Sunda di Gereja Katedral Bandung. Sumber: Tangkapan layar YouTube Komsos Keuskupan Bandung.

 

Bekal antusiasme saja jelas sudah tak cukup. Butuh kecakapan berbahasa Sunda yang mumpuni dari para petugas misa—baik pastor maupun umat awam yang terlibat—untuk bisa menyelenggarakan misa Bahasa Sunda secara layak dan pantas.

Perlu juga adanya pembiasaan untuk menggunakan panduan tata perayaan ekaristi dan persiapan untuk membacakan bacaan Kitab Suci dalam Bahasa Sunda. Pun perlu ada gladi khusus untuk melatih tim paduan suara agar dapat mengiringi misa dengan gamelan serta lagu-lagu liturgi berbahasa Sunda.

Alhasil, misa “langka” ini tak hanya ramai diikuti oleh umat yang hadir langsung di Gereja Katedral Bandung. Selain secara luring, umat yang tak bisa hadir secara langsung juga diajak mengikuti misa secara daring melalui siaran langsung di akun YouTube Komsos Keuskupan Bandung.

Dalam misa ekaristi yang berlangsung kurang lebih selama 80 menit ini, nuansa Sunda tak hanya terdengar melalui lantunan doa, senandung lagu, dan bacaan Kitab Suci. Busana para petugas misa pun turut mengentalkan nuansa yang “nyunda pisan”.

Para petugas pria mengenakan setelan pangsi dengan dilengkapi iket sunda. Sementara para petugas wanita berbalut kebaya dengan rambut digelung.

Seakan tak ingin momen langka ini lekas berlalu, seusai misa, umat yang hadir secara langsung di gereja pun diminta untuk tidak bergegas pulang. Sebelum meninggalkan gereja, umat diajak untuk turut jajabur bersama dengan hidangan yang sudah disiapkan oleh petugas misa.

Jajabur adalah tradisi khas Sunda untuk mengajak segenap masyarakat bersantap bersama setelah acara doa bersama. Biasanya tradisi ini dimaknai sebagai cara berbagi dari masyarakat yang berkecukupan kepada sesamanya serta sebagai sarana perekat tali silaturahmi antarwarga masyarakat.

Para wargi saparantos na rengse ngiringan misa, sadayana diulem di sapalih gereja, kanggo urang sami-sami anjangsana (Para umat setelah selesai mengikuti misa, semuanya diundang di samping gereja, untuk bercengkerama bersama), demikian ajak Darman kepada seluruh umat sebelum misa diakhiri dengan berkat penutup.

Bahasa ti Kuningan mah ngawedang, jajabur saaya-aya (Kalau Bahasa Kuningannya itu makan bersama, menikmati hidangan seadanya),” lanjut Darman lagi dengan nada ramah.

Sungguh sebuah potret terkini yang membuktikan sejatinya agama selalu bisa berkelindan indah dengan budaya. Gereja Katedral Bandung sebagai sentrum Gereja Katolik di tatar Sunda menunjukkan daya adaptasi yang cair dan luwes kepada masyarakat yang dilayaninya. Sementara, para wargi Katolik Sunda pun dapat mengekspresikan keimanan mereka sesuai dengan identitas budaya yang melekat di dalam diri mereka.

Untungnya, umat tak perlu menunggu terlalu lama untuk bisa merasakan lagi suasana serupa. Gereja Katedral Bandung sendiri sudah memiliki rencana untuk kembali mempersembahkan misa dalam Bahasa Sunda pada bulan Agustus tahun ini. Hanya saja untuk tanggal pasti akan diinformasikan kemudian karena masih membutuhkan koordinasi lebih lanjut dengan pihak-pihak yang terkait.

Hayu urang antosan!

Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha

Leave A Reply

Your email address will not be published.