Katolikana.com, Palestina — Gereja Keluarga Kudus merupakan satu-satunya gereja Katolik di Jalur Gaza, Palestina. Gereja yang berada di wilayah Gaza Utara ini merupakan sebuah paroki yang berada di bawah naungan Patriarkat Latin Yerusalem.
Sebuah gereja yang tidak hanya menjadi tempat ibadah bagi kelompok minoritas Katolik di Gaza. Lebih dari itu, ia juga merupakan rumah bagi banyak warga Gaza dari beragam latar belakang, yang selama bertahun-tahun hidup di dalam ancaman perang yang tak berkesudahan.
Selain gereja, di dalam komplek paroki juga terdapat sekolah dan biara/susteran. Ada dua sekolah yang ada di sini. Pertama adalah Sekolah Keluarga Kudus yang didirikan oleh Patriarkat Latin Yerusalem. Kedua adalah Sekolah Susteran Rosario yang dikelola oleh suster-suster Rosario.
Keduanya dikenal sebagai sekolah-sekolah berkualitas terbaik di Gaza.
Selain itu, kedua sekolah ini memiliki misi utama untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak Gaza tanpa memandang perbedaan agama bagi siswa-siswinya. Sehingga banyak keluarga Muslim setempat yang mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah tersebut.
Keberadaan gereja ini menjadi simbol rekatnya relasi antara umat Islam dan umat Katolik di Gaza. Apalagi di kurun 1995-2009, paroki ini sempat dipimpin oleh Pastor Manuel Mussalam.
Pastor Manuel adalah sosok aktivis perdamaian yang sangat dihormati di Palestina. Ia kerap terlibat dan berorasi dalam aksi damai untuk membela kemerdekaan Palestina. Ia dipandang sebagai sosok mediator yang bisa menengahi perselisihan antara faksi Fatah dan faksi Hamas.
Untuk mendorong persaudaraan antar umat beragama, Pastor Manuel juga mendirikan Forum Kristen-Islam Gaza. Dalam pandangannya, ia menganggap umat Kristen Palestina dan umat Muslim Palestina tidak lagi memiliki perbedaan karena mereka sudah dipersatukan oleh kehinaan dan penderitaan akibat penjajahan.
Menampung Pengungsi
Namun, hubungan dekat antara Gereja Keluarga Kudus dengan komunitas Muslim di Gaza bukannya tanpa risiko. Sebagai wilayah yang rentan gejolak, Gereja Keluarga Kudus seringkali turut terancam. Sebab gereja ini selalu tidak berpikir panjang untuk membuka pintunya dan menampung warga ketika eskalasi memuncak di Gaza.
Selama Perang Gaza 2014, misalnya, sebagian bangunan sekolah dan pastoran ikut hancur akibat serangan udara Israel. Pada 2021, bangunan sekolah kembali terdampak oleh serangan udara Israel saat konflik Israel-Palestina meruncing.
Sejak pertempuran Israel-Hamas pecah di tahun 2023, lagi-lagi Gereja Keluarga Kudus memainkan peran krusial. Mereka membuka lebar-lebar pintu gereja, sekolah, dan biaranya untuk menampung ratusan warga Gaza yang mencari tempat aman untuk berlindung. Tercatat tidak kurang dari 600 orang yang menjadi pengungsi di gereja ini.
Tentu saja, keterlibatan ini kembali membuat komplek gereja menjadi sasaran serangan udara Israel. Kali ini, bangunan gereja dan bangunan lain di komplek paroki ikut terdampak. Sumber listrik, bahan bakar, dan sambungan komunikasi di gereja ini ikut juga terputus akibat serangan udara tersebut.
Perhatian Paus
Namun, kondisi memprihatinkan tersebut sekaligus membuat gereja ini langsung mendapat perhatian dari Uskup Roma. Sejak konflik pecah di Oktober 2023, Paus Fransiskus selalu memberikan atensi khusus kepada Gereja Keluarga Kudus.
Bahkan menurut Pastor Gabriel Romanelli, IVE, Pastor Paroki Keluarga Kudus, Paus menelepon setiap hari untuk menanyakan kabar terbaru dari paroki tersebut.
Apalagi, ketika konflik pecah, Pastor Romanelli tengah berada di Betlehem dan dipersulit untuk bisa kembali ke Gaza.
Saat itu, Paus Fransiskus pun segera menghubungi Pastor Yusuf Asaad, IVE, dan Suster Nabila Saleh, SSVM, yang juga bertugas di Paroki Keluarga Kudus Gaza. Kepada mereka, Paus berpesan untuk terus memberikan lebih banyak dukungan bagi warga di Gaza.
Kepedulian serupa juga diberikan oleh Patriarkat Latin Yerusalem. Patriark Latin Yerusalem, Pierbattista Pizzaballa, OFM, turut menyelipkan doa bagi Gaza saat ia memimpin misa pemberkatan Tanah Suci pada Oktober 2023.
Dukungan juga tampak ketika seorang ibu dan putrinya dibunuh oleh penembak jitu Israel di dalam komplek paroki, pertengahan Desember 2023. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membela serangan tersebut dilakukan dengan klaim terdapat peluncur roket di komplek paroki tersebut. Klaim ini segera dibantah oleh Patriarkat Latin Yerusalem.
Melalui pernyataan resminya, Patriarkat Latin Yerusalem melaporkan ada dua wanita yang dibunuh di dalam komplek paroki. Sementara itu, mereka menyebut tuduhan Israel mengenai keberadaan peluncur roket di dalam gereja adalah klaim yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena gereja tidak ikut berperang.
Justru sebaliknya, gereja diserang saat mereka tengah menampung pengungsi, dan termasuk diantaranya terdapat 54 orang penyandang disabilitas.
Dalam situasi yang sedemikian sulit, Gereja Keluarga Kudus berusaha untuk tetap berdiri tegak demi menjadi benteng harapan dan kasih.
Bukan hanya untuk keluarga-keluarga Katolik saja, tetapi bagi semua keluarga yang masih merawat harapan akan perdamaian dan mendambakan kasih dapat tercipta di Gaza. (*)
Kontributor Katolikana.com di Jakarta. Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada. Peneliti isu-isu sosial budaya dan urbanisme. Bisa disapa via Twitter @ageng_yudha